Dilema Popularitas Kopi Toraja

Tana Toraja adalah sebuah kabupaten di Sulawesi Selatan yang berada di daerah pegunungan. Berjarak cukup jauh dari Kota Makassar, Ibukota Provinsi sekitar 300Km. Selain terkenal dengan wisata alam dan budayanya yang mempesona, Tana Toraja juga dikenal dengan aroma kopinya yang memikat selera. Akan terasa belum lengkap jika berkunjung ke kota Rantepao di Tana Toraja  tanpa mencicipi atau membeli kopi Arabika asli Toraja, produksi gunung Sesean. Lantaran aroma dan cita rasanya yang sedap, sangatlah pantas bila kopi jenis arabika ini dijuluki dengan istilah “Queen of Coffee”. Kopi Toraja juga dikenal dengan aromanya yang herbal.

Kopi Toraja merupakan salah satu komoditi Kopi Arabika unggulan asal Toraja. Kopi Toraja memang telah terkenal sejak masa penjajahan Belanda di negeri ini. Sama halnya dengan kopi dari daerah lain, kopi Toraja juga memiliki karakter yang khas, salah satunya yaitu kandungan asamnya rendah dan memiliki body yang cukup berat. Selain itu, kopi yang juga dikenal dengan Kopi Celebes Kalossi ini memiliki rasa yang unik yaitu ada perpaduan rasa tanah yang terdapat di kopi tersebut.

KOPI TORAJA

Kopi Toraja sebagian besar ditanam di perkebunan kecil milik penduduk di lereng-lereng gunung. Perjalanan kopi ini hingga bisa mendunia juga telah melalui proses panjang. Pada awalnya Pemerintah Kolonial Belanda mengetahui keberadaan “harta karun” ini. Mereka sempat membuka perkebunan kopi seluas 300 hektar dan menamainya Kalosi Celebes Coffee. Lalu, dengan masuknya Jepang di Indonesia, biji kopi ini sempat diperkenalkan ke negara itu. Baru kemudian pada 1973, sebuah perusahaan kopi Jepang datang ke Indonesia menapaktilasi daerah pedalaman Ballokan, Tana Toraja yang merupakan perkebunan kopi bekas peninggalan Belanda. Mereka meyakini industri kopi Toraja akan bangkit kembali jika prasarana di daerah itu dibenahi.

Pada tahun 1976, terbentuklah kerjasama Jepang dan Indonesia dengan nama Toarco - Toraja Arabica Coffee dan dimulailah persemaian benih untuk rencana penanaman seratus hektar dan dipasarkan di Jepang hingga ke berbagai belahan dunia. Kini, dengan standar yang sebagian besar sudah baku, kita dengan mudah menemukan kopi Toraja berkualitas baik dimana saja. Bahkan, pemerintah daerah kini sedang mengembangkan lahan 1200 hektar untuk pengembangan kopi organik di Kecamatan Sesean dan Rindingallo di Toraja Utara. Di daerah lain, seperti Enrekang dan Pegunungan Latimojong, juga akan dikembangkan pula usaha serupa. Dan kopi yang banyak dimaknai sebagai ”Kopi misterius yang kini hidup kembali” ini jadi kebanggan Indonesia.

Sayangnya, Indonesia tidak dapat memasarkan kopi toraja ke luar Indonesia tanpa campur tangan perusahaan Jepang yang telah menandatangani kerjasama dengan Indonesia. Oleh sebab itu, para pecinta kopi di Indonesia seringkali mengadakan pameran kopi asli Indonesia. Baiklah pendengar VOI, demikian informasi mengenai dilema yang dihadapi kopi toraja karena popularitasnya. Terimaksih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada Warna warni edisi berikutnya.// Nuke


Sumber Referensi : http://id.voi.co.id/voi-warna-warni/4671-dilema-popularitas-kopi-toraja

0 Comment "Dilema Popularitas Kopi Toraja"

Posting Komentar

bagaimana tanggapan anda sangmane...